Contoh Laporan Kunjungan ke LPS
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
(LPS)
DISUSUN OLEH :
ADELLA FEBRIYANTI KWEESOEANDI
NIM : 1940630018
FAKULTAS VOKASI ( PERBANKAN DAN KEUANGAN )
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan. Krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia pada tahun 1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank yang mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas. Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat.
Dengan diadakannya kunjungan ke kantor Lembaga Penjamin Simpanan, maka kami sebagai mahasiswa dan mahasiswi sangat antusias karena LPS adalah salah satu lembaga yang berkaitan erat dengan dunia perbankan yang sesuai dengan program studi kami. Adapun tujuannya yaitu untuk memicu masyarakat yang masih ragu dan takut untuk menabung di bank karena tidak ada yang menjamin simpanan/tabungan mereka.
B. TUJUAN DIBUATNYA LAPORAN
1. Mengetahui Sejarah singkat, Tujuan dan Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan.
2. Mengetahui Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan.
3. Memahami Tugas dan Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan .
4. Mengetahui Visi dam Misi serta Nilai Lembaga Penjamin Simpanan.
5. Memahami Bentuk Organisasi dan Status Lembaga Penjamin Simpanan.
6. Mengetahui Syarat dan Peserta Lembaga Penjamin Simpanan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH SINGKAT LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yang ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank, mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.
Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas. Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat.
Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, LPS, suatu lembaga independen yang bertujuan menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya, dibentuk. Undang-undang ini berlaku efektif sejak tanggal 22 September 2005, dan sejak tanggal tersebut LPS resmi beroperasi.
B. PENGERTIAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada tanggal 22 September 2004. Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional LPS dimulai pada tanggal 22 September 2005. Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS.
Di dalam perekonomian modern dewasa ini diperlukan suatu sistem penyangga ekonomi yang kokoh sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan para pelaku ekonomi yang bernaung dibawahnya, dan yang menjadi salah satu tiang penyangganya adalah LPS. Hal itu bisa terjadi dari salah satu fungsi dari LPS yakni menjamin simpanan nasabah. Krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan nasional diikuti dengan penarikan simpanan besar-besaran pada sistem perbankan atau rusuh.
Maka untuk meredam efek bola salju tersebut saat itu pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya program penjaminan seluruh simpanan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan blanket guarantee melalui Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.
Setelah beberapa tahun dilaksanakannya kebijakan blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Tetapi mengingat risiko dari blanket guarantee sangat besar yakni kewajiban penyediaan dana talangan dan munculnya moral hazard bankir juga masyarakat, maka diperlukan suatu lembaga penjaminan simpanan yang independen.
C. FUNGSI LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
2. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannnya
D. TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
1. Tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
2. Melaksanakan penjaminan simpanan.
3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas
sistem perbankan.
4. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang
tidak berdampak sistemik. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak
sistemik.
2. Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
1. Menetapkan dan memungut premi penjaminan.
2. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.
3. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
4. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan
laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.
5. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4.
6. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
7. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi
kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.
8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.
9. Menjatuhkan sanksi administratif.
E. VISI, MISI, SERTA NILAI LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
A. Visi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Menjadi lembaga yang terdepan, tepercaya, dan diakui di tingkat nasional dan internasional dalam menjamin simpanan nasabah dan melaksanakan resolusi bank untuk mendorong dan memelihara stabilitas sistem keuangan.
B. Misi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
1. Menyelenggarakan penjaminan simpanan yang efektif dalam rangka
melindungi nasabah;
2. Melaksanakan resolusi bank yang efektif dan efisien;
3. Melaksanakan penanganan krisis melalui restrukturisasi bank yang efektif
dan efisien; dan
4. Berperan aktif dalam mendorong dan memelihara stabilitas sistem keuangan
nasional melalui organisasi yang kompeten.
C. Nilai-nilai Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
1. Integrity yaitu berkata jujur, bertindak independen sesuai dengan kode etik,
dan selalu mengedepankan kepentingan lembaga.
2. Collaboration yaitu mengedepankan kerjasama dan saling mendukung dengan sikap
terbuka dan prasangka baik, saling percaya dan menghargai untuk mencapai
tujuan lembaga.
3. Accountable yaitu berani bertanggung jawab atas segala tindakan atau keputusan
yang diambil, sesuai kebijakan/peraturan yang berlaku, dengan mempertimbangkan
risiko.
4. Respect yaitu menghargai, menghormati, dan memiliki kepedulian terhadap orang
lain dengan dilandasi sikap empati, sopan dan tulus tanpa pamrih.
5. Excellence yaitu mengupayakan hasil terbaik dengan cara menetapkan standar tinggi,
melakukan pengembangan berkelanjutan dan inovasi.
F. BENTUK ORGANISASI DAN STATUS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
1. LPS dibentuk oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
2. LPS adalah badan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004
tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
3. LPS merupakan lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
4. LPS bertanggung jawab kepada Presiden.
5. LPS berkedudukan di Jakarta dan dapat mempunyai kantor perwakilan di wilayah
Negara Republik Indonesia.
G. SYARAT SUATU PINJAMAN DAPAT DIJAMIN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
1. Simpanan nasabah tercatat dalam pembukuan bank
2. Nasabah tidak memperoleh bunga simpanan yang melebihi tingkat bunga wajar
yang tidak ditetapkan oleh LPS/nasabah tidak menerima imbalan yang tidak
wajar dari bank
3. Nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank,misalnya memiliki
kredit macet dibank.
H. PESERTA PENJAMIN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Sesuai Pasal 37B Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998, tentang Perbankan setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank tersebut dibentuk LPS. Dalam Pasal 12 Undang Undang LPS ketentuan tersebut dipertegaskan dengan menyebutkan bahwa setiap bank yang melakukan kegiatan usaha diwilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS. Jenis bank tersebut meliputi Bank Umum dan BPR,termasuk bank nasional,bank campuran,bank asing dan bank konvensional dan bank syariah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
LPS merupakan penyempurnaan dari program penjaminan pemerintah terhadap seluruh kewajiban bank (blanket guarantee) yang berlaku di masa lalu (tahun 1998 s/d 2005). Kebijakan blanket guarantee di satu sisi dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, namun di sisi lain kebijakan tersebut telah membebani keuangan negara dan dapat menimbulkan moral hazard bagi pelaku perbankan dan nasabah.
Dengan mempertimbangkan dampak negatif tersebut serta memperhatikan membaiknya kondisi perbankan, kebijakan blanket guarantee telah diputuskan untuk diakhiri (pada tahun 2005). Penerapan penjaminan secara luas ini yang berdasarkan kepada Keputusan Presiden kurang dapat memberikan kekuatan hukum, sehingga menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan penjaminan. Oleh karena itu diperlukan dasar hukum yang lebih kuat dalam bentuk undang-undang. Yakni Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 ditetapkan penjaminan simpanan nasabah bank yang diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimumkan resiko yang membebani anggaran negara. Penjaminan simpanan nasabah bank tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
B. Saran
Jika bank kehilangan kepercayaan dari masyarakat
sehingga kelangsungan usaha bank tersebut tidak dapat dijalankan,
akibatnya izin usahanya dicabut. Maka hal ini dinamakan Bank Gagal. Oleh karena
itu, baik pemilik, pengelola bank maupun berbagai otoritas yang terlibat dalam
pengaturan dan/ atau pengawasan bank, seharusnya selalu bekerja sama mewujudkan
kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.
Dan tatanan kelembagaan yang memperlancar
koordinasi perlu diatur sedemikian rupa sehingga pengambilan keputusan dan
pelaksanaan kegiatan atau langkah-langkah penyelesaian krisis dapat berjalan
lancar. Oleh karena itu. kalau dilihat dalam bab pembahasan mungkin sedikit
saran yang bisa dimasukkan bahwa suatu kelembagaan dikatakan kuat apabila
memiliki atau didukung adanya dasar hukum pendirian, dasar hukum kewenangan,
adanya hierarki dan mekanisme kerja serta peraturan pendukung, yang memudahkan
institusi terkait untuk melakukan eksekusi kebijakan sesuai kewenangan yang
dimiliki.
Komentar
Posting Komentar